A.
Perkembangan Konseling
Gestalt
Konseling Gestalt dicetuskan pertama kali oleh Frederick Perls,
yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fritz Perls (1893-1970). Lahir di
Berlin dari keluarga Yahudi kelas menengah bawah. Pada awalnya Perls dikenal
sebagai siswa yang agak malas di sekolah, namun
ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikiatri dan pindah ke
Wina untuk belajar praktek psikoanalisa bersama dengan beberapa murid Freud
yang lain. Fritz juga belajar tentang penggunaan tubuh untuk mendorong
pemahaman dan perkembangan pribadi. Berdasarkan pengalaman klinisnya, Perls
menemukan bahwa kemandirian dan konfrontasi merupakan aspek penting dalam
terapi. Dari istrinya, Laura Posner, ia memperoleh anjuran untuk menggunakan
dukungan dan hubungan atau kontak. Penggunaan kata Gestalt dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa Konseling Gestalt menekankan pada keutuhan, kebulatan, dan
integrasi. Dalam bahasa Jerman, Gestalt
berarti utuh.
Di Berlin, Konseling Gestalt memiliki banyak penyokong antara
lain adalah Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler. Berdasarkan
penelitian- penelitian yang telah dilakukannya, para ahli tersebut memiliki
keyakinan bahwa memahami pengetahuan dalam arti “unit and wholes, gestalten” adalah lebih berguna untuk mengembangkan
pengetahuan alih-alih memotong atau memisahkan bagian-bagian. Mereka juga
memandang manusia memiliki suatu kecenderungan dasar untuk mencapai
keseimbangan, dan kecenderungan ini mengarahkan manusia untuk berpikir dalam
arti keseluruhan.
Hasil kerja Fritz yang paling krusial adalah penggunaan kursi
kosong (empty chair) dalam konseling
yang dikenal juga dengan sebutan kursi panas. Teknik ini diperkenalkan oleh
Fritz ketika ia bekerja di Esalen Institute, Big Fur, California, antara tahun
1962- 1969. Sejak saat itu ia menjadi populer dan dipandang sebagai sosok yang
inovatif dan kharismatik dalam bidang pengembangan potensi manusia. Ketika
popularitas Konseling Gestalt mengalami puncaknya pada sekitar tahun 1970-an,
Fritz meninggal dunia. Meskipun para ahli psikologi Gestalt telah memberikan
label dan premis dasar Konseling Gestalt, Perls mengadopsi banyak sumber
pengetahuan dalam mengembangkan system terapeutiknya, termasuk di dalamnya
psikoanalisa dan eksistensial, yang memiliki pengaruh sangat kuat di daratan
Eropa hingga awal abad ke-20. Pada awalnya, pandangan-pandangan Perls
dipengaruhi oleh psikoanalisis. Di samping ia mengakui pentingnya hasil kerja
Freud , ia juga dipengaruhi oleh para analis yang lain seperti Karen Horney,
Wilhelm Reich, dan Otto Rank.
B.
Tujuan
Tujuan pertama terapi Gestalt adalah untuk
mencapai kematangan dan pertumbuhan. Karena salah satu elemen kunci
kematangan dan pertumbuhan adalah menjadi pribadi yang bertanggung jawab, maka
kesimpulannnya adalah bertanggung jawab terhadap diri sendiri merupakan suatu
tujuan yang penting dalam terapi Gestalt. Bertanggung jawab bukanlah proses
menjalankan kewajiban-kewajiban menurut harapan-harapan orang lain, melainkan
individu tidak tergantung pada orang lain dan menemukan bahwa individu sendiri
melakukan banyak hal lebih daripada yang dapat dipikirkannya untuk dilakukan.
Tujuan kedua terapi Gestalt adalah untuk
mencapai integrasi. Dalam arti harfiah, menurut Webster, mengintegrasikan
adalah “menyatukan atau menjadikan satu dan dengan demikian membentuk suatu
keseluruhan yang lengkap atau sempurna”. Definisi ini akan berlaku disini juga.
Seseorang yang terintegrasi; berfungsi seperti suatu keseluruhan teratur yang
terdiri dari perasaan, persepsi, pikiran, dan tubuh fisik yang proses-prosesnya
tidak dapat dipisahkan dari komponen-komponen psikologis. Apabila keadaan batin
dan tingkah laku seseorang seimbang, maka organisme menggunakan energi hanya
sedikit saja dan dia lebih mampu mengadakan respons dengan tepat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Orang yang tidak terintegrasi dengan baik, maka ruang
kosong atau keretakan di dalam dirinya akan menghambat mobilisasi penuh dari
sumber dayanya.
Isi dari integrasi itu dapat berbeda-beda antar individu. Bagi
seseorang mungkin penting untuk mengitegrasikan ingatan-ingatan masa lampau
dengan saat sekarang sehingga dia berada pada satu tempat dan bukan di dua
tempat. Menemukan suatu hubungan yang tepat di antara bipolaritas, seperti
maskulinitas-feminitas, mungkin merupakan bidang yang penting untuk
diintegrasikan. Integrasi otot-otot, sensasi, fantasi, pikiran, perasaan, dan
persepsi juga sangat penting. Memperoleh kembali dan mengakui
kebutuhan-kebutuhan dan kekurangan-kekurangan yang telah disangkal adalah
hal-hal yang penting dalam integrasi.
Selain itu juga untuk berfungsi secara memadai, organisme harus
menjadi satu dan terintegrasi dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menyelesaikan suatu situasi yang belum selesai (unfinished situation) adalah
sarana untuk mengintegrasikan energy yang hilang karena tidak adanya
penyelesaian. Selanjutnya, sumbangan-sumbangan bagi integrasi dilakukan dengan memperoleh
bagian-bagian kepribadian yang diproyeksikan kepada orang lain atau kepada
mimpi-mimpi.
C.
Hakikat Manusia Menurut
Teori Konseling Gestalt
Fritz
Perls adalah seorang humanis yang memiliki pandangan optimistic tentang sifat dasar manusia. Setiap manusia bertujuan
untuk mengaktualisasikan diri. Dalam pandangan Gestalt, individu memiliki
kesanggupan untuk bertanggung jawab atas kehidupannya, dan manusia memiliki
sifat dasar baik serta memiliki kemampuan untuk menangani kehidupannya dengan
berhasil, walaupun terkadang mereka pasti butuh bantuan orang lain.
Dalam
pandangan Gestalt, manusia mengalami gangguan kepribadian atau perilaku
dikarenakan manusia menolak mengakui satu atau lebih aspek-aspek yang ada dalam
dirinya (mengingkari sebagian hal dalam dirinya), atau membiarkan dirinya
menjadi terpecah belah, terpolarisasi/terfragmentasi atau terpisah menjadi
beberapa bagian-bagian. Sedangkan setiap manusia dapat menangani dengan
berhasil masalah dalam hidupnya jika mereka tahu siapa dirinya dan
mengorganisasikan (mengintegrasikan) semua kemampuannya kedalam suatu rajutan
tindakan-tindakan yang efektif.
Oleh
karena itu, konselor perlu membantu individu mengembangkan kesadaran (awareness), mengintegrasikan
bagian-bagian dalam diri individu yang terpolarisasi menjadi satu kesatuan yang
utuh dan bermakna, membuat individu menemukan dukungan dari dalam dirinya (inner support), serta mengembang
perasaan mampu (self-sufficiency) sehingga
mereka mengakui bahwa sebenarnya kemampuan yang mereka butuhkan untuk
menyelesaikan permasalahnnya terdapat dalam dirinya sendiri bukan dari orang
lain.
D.
Karakter Dasar
Konseling Gestalt
Karakter dasar konselor menurut teori konseling gestalt adalah
sebagai berikut :
a. Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa
konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien,
konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling
konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi
memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak
penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan
ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c. Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan
kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan
demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya:
·
Klien mempergunakan kata ganti personal. Klien mengubah kalimat
pertanyaan menjadi pernyataan;
·
Klien mengambil peran dan tanggung jawab;
·
Klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada
diri atau tingkah lakunya.
E.
Hubungan Konselor dan Konseli Pada
Konseling Gestalt
Sebagai terapi
eksistensial, praktek terapi Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi
ke pribadi antara konselor dan konseli. Terapis secara aktif berbagi persepsi–persepsi
dan pengalaman–pengalaman saat sekarang ketika dia menghadapi konseli disini
dan sekarang. Konselor harus mengahadapi konseli dengan reaksi–reaksi yang
jujur dan langsung serta menantang manipulasi–manipulasi klien tanpa menolak
konseli sebagai pribadi. Konselor bersama konseli perlu mengeksplorasi
ketakutan–ketakutan, pengharapan–pengharapan katastrofik,
penghambatan–penghambatan, dan penolakan–penolakan konseli.
Perls (1969a), Polster
dan Polster (1973), dan Kempler (1973) semuanya menekankan pentingnya
kepribadian konselor, tidak hanya teknik–teknik yang mereka miliki, sebagai
bahan vital dalam proses terapi. Mereka menganjurkan penggunaan tingkah laku
konselor yang berlingkup luas, dan memperingatkan bahaya dari tindakan mengidentikkan
terapi dengan teknik–teknik yang berlingkup terbatas. Mereka juga menganjurkan
konselor untuk membangkitkan spontanitas diri dan menggunakan hubungan dengan
konseli sebagai teknik terapeutik. Kempler (1979,hal 261) menyebut hubungan
yang actual antara konselor dan konseli sebagai inti dari proses terapeutik.
Kempler menandaskan bahwa penggunaan permainan peran bisa menjadi godaan bagi
konselor untuk menjaga agar respon–respon pribadinya tetap tersembunyi.
Meskipun mungkin bisa menjadi cara yang efektif, permainan peran itu bukanlah
tujuan akhir terapi. Kempler juga menyebutkan bahwa teknik–teknik sering
menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia menekankan
proses hubungan konselor dan konseli dengan alasan bahwa kualitas hubungan
konselor–konseli itu menentukan apa yang terjadi pada keduanya.
F.
Teknik-Teknik Konseling Gestalt
Berikut merupakan
teknik-teknik yang digunakan dalam Konseling Gestalt.
a. Eksperimen
Eksperimen berarti mendorong konseli untuk mengalami dan mencoba
cara-cara baru. Konselor membelajarkan konseli untuk mengalami dan menghayati
kembali masalah-masalah yang tak terselesaikan ke dalam situasi disini dan
sekarang. Eksperimen dilaksanan melalui prosedur bermain peran atau memberikan
kegiatan yang harus diselesaikan konseli pada tiap sesi.
b. Penggunaan Bahasa
Para ahli konselor gestalt meyakini bahwa bahasa memilki peran
penting dalam perkembangan. Dengan memilih kata yang tepat, konselor dapat
menciptakan suatu iklim lingkungan yang mendorong perubahan. Bahasa-bahasa yang
direkomendasikan antara lain :
· Menggunakan
pernyataan “apa” dan “bagaimana” bukan “mengapa”. Contoh: “apa yang anda alami
ketika hal itu terjadi?” atau “bagaimana perasaan anda ketika gagal mencapai
keinginan anda?”.
· Menggunakan
pernyataan “saya”. Konselor mendorong konseli untuk memusatkan perhatian pada
perasaan dan pengalaman sendiri alih-alih membicarakan orang atau peristiwa
lain. Contoh : konseli didorong menyatakan seperti berikut “saya marah”
daripada mengatakan “ibu telah mebuat saya marah”.
· Menekankan
pernyataan. Meski pertanyaan merupakan bagian penting tapi dianjurkan lebih
banyak menganjurkan pernyataan. Contoh, alih-alih membuat pertanyaan, “kemana
saja kau?” lebih baik menggunakan pernyataan “saya merasa kita jarang bertemu”.
· Menyatakan
pengalaman disini dan sekarang. Jika konseli bercerita masa lampau, maka
konselor harus segera mengarahkannya untuk mengalaminya kembali saat sekarang.
Ini akan mendorong kesadaran disamping kontak yang benar dengan
pengalaman-pengalaman konseli.
· Mendorong
tanggung jawab. Konselor direkomendasikan menggunakan bentuk-bentuk frase atau
bahasa yang mendorong tanggung jawab pribadi dan tidak melempar kesalahan pada
orang lain. Contoh, konselor mendorong konseli mengatakan “saya bertanggung
jawab atas hilangnya dia”.
c. Memaknakan Impian
Konseling gestalt memandang impian sebagai “jalan yang lebar
menuju integrasi diri”. Bagian dari impian dipandang merepresentasikan proyeksi
atau aspek-aspek individu. Dengan memahami impian, konseli lebih memperoleh
kesadaran, mengambil tanggung jawab dari impian-impiannya, melihat impiannya
sebagai bagian dari dirinya, memiliki perasaan integrasi yang lebih besar, dan
lebih sadar tentang pikiran dan emosi yang direfleksikan dalam impian tersebut.
d. Fantasi
Fantasi digunakan untuk membantu konseli meningkatlkan kesadaran
diri. Fantasi dipandang merepresentasikan proyeksi atau aspek-aspek pribadi
klien. Teknik ini, sebagai hal eksplorasi impian, membantu konseli untuk sadar
tentang kontak dengan perasaannya dan menjadi lebih mampu untuk mengekspresikan
emosinya.
e. Bermain Peran
Salah satu bentuk bermain peran yang paling awal digunakan
adalah psikodrama. Namun dalam perkembangannya psikodrama hampir tidak
digunakan lagi. Bermain peran jarang menggunakan orang lain karena dapat
menyebabkan fragmentasi. Bermain peran yang paling sering digunakan adalah
“Kursi Kosong” (empthy chair) atau
“kursi panas” untuk format konseling individual, dan “berkeliling” (making arround) untuk format konseling
kelompok.
f. Koreksi Permainan Topdog/Underdog
Para ahli konseling gestalt memiliki keyakinan bahwa kita terus
menerus mengusik diri kita sendiri dengan permainan atas bawah (Topdog/Underdog), yakni menempatkan satu bagian diri untuk menceramahi,
mendorong, dan mengancam bagian diri yang lain menuju “perilaku yang baik”. Topdog membuat penilaian dan mengatakan
kepada underdog tentang bagaimana
seharusnya dia merasa, berpikir, atau bertindak. Topdog ibarat kata hati atau superego dalam konsep psikoanalisa. Underdog cenderung menurut dan senang
minta maaf tapi tidak sungguh-sungguh berubah. Teknik kursi kosong dapat
digunakan untuk memunculkan kesadaran tentang permainan Topdog/Underdog dan
mendorong integrasi bagian-bagian diri di samping mendorong perubahan.
g. Melatih Kepekaan terhadap Pesan Tubuh
Konselor berusaha mendorong konseli untuk mencapai kesadaran
tentang keutuhan (a sense of wholeness).
Kesadaran ini memungkinkan mereka untuk menemukan akses dan menyadari perasaan,
pikiran dan sensasi fisiknya.
h. Kelompok
Praktek dalam konseling ini dilaksanakan melalui format
individual maupun kelompok. Namun format kelompok dipandang lebih efisien.
Umpan balik yang diterima konselor maupun anggota kelompok dapat mempercepat
kesadaran. Jika dilaksanakan melalui format kelompok, maka menggunakan teknik
keliling.
G.
Proses Konseling
Gestalt
Proses konseling Gestalt mula-mula diarahkan untuk mendorong dan
mengarahkan konseli mencapai kesadaran. Kesadaran ini akan menjadi wahana bagi
terjadinya perubahan. Dengan kata lain, perubahan perilaku tidak akan terjadi
sebelum konseli mencapai kesadaran. Jika konseli dapat memperoleh kesadaran
tentang masalah-masalah yang tak terselesaikan, kekuatan dan sumber-sumber
pribadinya, maka mereka akan menemukan jalan yang mudah menuju pemecahan
masalah dan mencapai perkembangan dan aktualisasi diri. Proses membangkitkan
kesadaran dapat dicapai dengan cara mengembangkan hubungan atau aliansi
teraupetik yang kondusif, manusiawi, dan menekankan pada aspek-aspek personal
konseli. Hubungan yang ditekankan pada proses Konseling Gestalt adalah hubungan
unik yang mereka sebut “Saya dan Kamu“. Bentuk hubungan ini menuntut konselor
dan konseli untuk sepenuhnya menghayati keadaan pada tataran “Disini dan
Sekarang“. Konselor juga mendorong konseli untuk berperan aktif dalam proses
terapeutik dan mengambil tanggung jawab dalam membuat pilihan atau keputusan
berkenaan dengan informasi mana yang akan ia gunakan dari seluruh informasi
yang muncul dalam sesi-sesi konseling. Dalam hal ini konselor dianjurkan untuk
tidak menginterupsi upaya-upaya konseli dalam memecahkan masalahnya. Namun,
ketika konselor melihat konseli melakukan kesalahan atau menjadi tidak
konsisten, konselor dapat mengingatkan hal tersebut.
H.
Kelebihan Dan Kekurangan Konseling Gestalt
Menurut
ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan
pendekatan Gestalt adalah:
·
Kelebihan
a. Terapi
Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang
relevan ke saat sekarang.
b. Terapi
Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan
tubuh.
c. Terapi
Gestalt menolak mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
d. Terapi
Gestalt meletakkan penekanan pada konseli untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
e. Terapi
Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari
intelektualisasi abstrak tentang masalah konseli.
·
Kelemahan
a.
Terapi
Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh.
b. Terapi
Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan
faktor-faktor kognitif. Baik fungsi perasaan
maupun fungsi pemikiran, sangatlah penting dalam terapi. Pada terapis Gestalt
hanya menyisakan sedikit peluang bagi para klien untuk mengkonseptualkan dan
memikirkan tindakan mengalaminya.
c. Terapi
Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan
tanggung jawab kita kepada orang lain.
d. Teradapat
bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan
menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
e. Para
konseli sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak
agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
“Analisis
Video Teknik Terapi Kursi Kosong Gestalt”
Di
dalam video berikut terlihat seorang klien datang kerumah konselor untuk
berkonsultasi, dan sesampainya di lokasi klien akhirnya bertemu dengan konselor
tersebut. Kemudian diawal perjumpaan, konselor melakukan rapport terlebih dahulu, seperti menanyakan bagaimana kabar klien
pada saat itu, bagaimana perjalanannya menuju lokasi dan kemudian konselor
menanyakan apa permasalahan yang ingin disampaikan klien.
Klien
menceritakan bahwa klien memiliki masalah dengan ayahnya, ayahnya menyuruh
klien untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi jurusan kedokteran, namun
klien menyadari atas kemampuannya dirinya, dan klien hanya memiliki keinginan
untuk masuk di jurusan psikologi. Kemudian jika klien tidak menuruti keinginan
ayahnya, klien akan dimarahi, tidak dibiayai sekolahnya dan akan diusir oleh
ayahnya. Kemudian klien juga menceritakan bahwa dia akan diam saja ketika
dimarahi oleh ayahnya. Tetapi klien tetap memilih untuk mengikuti keinginan
dirinya, karena menurut klien kehidupan selanjutnya yang menjalankan adalah
dirinya dan klien tidak ingin diatur oleh ayahnya.
Kemudian
konselor memberikan teknik terapi kursi kosong, konselor menjelaskan bahwa
klien akan dihadapkan dengan dua kursi kosong, dan klien akan melakukan dua
peran. Pada kursi pertama, klien diminta untuk berperan sebagai dirinya sendiri
(sosok yang lemah). Dan pada kursi kedua, klien diminta untuk berperan sebagai ayahnya
(sosok yang memegang kendali).
Setelah
melakukan terapi, klien merasa lebih lega. Dan klien juga menjelaskan bahwa
sebelum melakukan terapi, klien selalu memikirkan masalah yang dialami, dan ingin
mengungkapkan seluruh isi hatinya kepada ayahnya. Selanjutnya klien lebih
merasa percaya diri untuk berbicara lagi kepada ayahnya tentang apa yang klien
inginkan selama ini untuk melanjutkan kehidupannya.
Kemudian
konselor menjelaskan bahwa klien sudah mengetahui permasalahan dan solusinya. Konselor
hanya memberi saran agar klien dapat memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya,
sehingga semua akan berjalan dengan baik untuk kedepannya.
Daftar Pustaka
(diakses pada tanggal 22
juli 2017)