Rabu, 05 April 2017

PSIKOMETRI (Berbagai Macam Terapi ditinjau dari Pendekatan Psikologi)

PSIKOTERAPI

A. Terapi Dengan Pendekatan Behaviorisme
Menurut Atkinson dkk (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Aliran ini timbul di Rusia yang dipelopori oleh Juan Petrovich Pavlov. Para ahli behaviourist beranggapan bahwa perilaku maladatif merupakan cara untuk menanggulangi stress yang sudah “terbiasa” pada diri seseorang, sehingga beberapa teknik perilaku yang dikembangkan dalam percobaan dapat digunakan untuk menggantikan respons maladatif tersebut dengan respon baru yang lebih tepat. Jika terapis psikoanalis berkaitan dengan pemahaman konflik masa lalu, maka terapi perilakuan lebih memusatkan langsung kepada perilaku itu sendiri.
Terapi Dengan Pendekatan Behaviorisme diantaranya yaitu:
1.  Desensitisasi Sistematis
Menurut Corey (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif, serta memunculkan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan tersebut. Teknik ini mengarahkan agar klien dilatih untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialaminya.
Wolpe seorang ahli yang pertama menggembangkan teknik desensitisasi sistematis, mengajukan argument bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan serta kecemasan tersebut menurutnya dapat dihilangkan dengan respons-respons yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut.
Di dalam  menerapkan teknik Desensitisasi Sistematis, dikenal dua unsur utama yang tidak dapat dipisahkan dari teknik ini, yaitu: relaksasi dan hirarki kecemasan.
2.  Assertive Training
    Digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar. Beberapa orang merasa cemas dalam berbagai situasi sosial karena tidak tahu bagaimana “berbicara secara terus terang” tentang apa yang mereka rasakan benar atau “mengatakan tidak” jika orang lain berusaha memanfaatkan mereka. Misalnya “ketika seseorang mendahului anda ketika anda sedang antri membeli karcis” atau “atasan dan mengkritik anda dengan tidak benar”.
   Menurut Atkinson (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) dengan memberikan latihan respon yang tegas, seorang klien tidak hanya mengurangi kecemasannya akan tetapi sekaligus juga mengembangkan teknik penanggulangan yang efektif. Latihan asertif diberikan secara bertahap, dimulai dari latihan  permainan peran dengan terapis sampai dengan menghadapi situasi kehidupan yang sebenarnya.
3.  Modeling
  Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk degan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audio, model fisik atau lainnya yang dapat teramati dan dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
4.  Terapi Implosif
   Pasien dengan ansietas yang disebabkan oleh situasi, secara langsung dipajankan terhadap situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu (flooding) atau dipajankan di dalam imajinasi (implosion)
5.  Terapi Aversi
   Pasien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan (missal, syok elektrik, suara keras) pada saat perilakunya yang tidak dikehendaki muncul. Beberapa dari cara ini secara hokum dilarang. Suatu teknik pengganti, yaitu sensitisasi tertutup, lebih bisa diterima, karena menggunakan pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan sebagai stimulus yang aversif.

Contoh Video mengenai Psikoterapi Perilaku (Behaviorisme):

B. Terapi Dengan Pendekatan Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang.
Dasar dari terapi psikoanalisis adalah konsep dari Sigmund Freud dan beberapa pengikutnya. Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui, maka hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis.
Terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar. Terapis dan klien umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering (Atkinson dkk., 1993).
Teknik-teknik dalam psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Berikut adalah teknik-teknik dasar dalam psikoanalisis:
1.  Asosiasi Bebas
     Menurut Corey (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Asosiasi Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisi. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran. Cara yang khas adalah dengan mempersilahkan klien berbaring diatas balai-balai sementara terapis duduk di belakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas.
     Asosiasi bebas ini merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan kartasis. Kartasis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment (Corey, 1995).
2.  Penafsiran (Interpretasi)
     Menurut Corey (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan memprecepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien.
3.  Analisis Mimpi
     Menurut Corey (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk mengungkapkan alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tisak dapat diterima oleh seseorang, sehinggga akhirnya diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan dalam bentuk yang berbeda.
     Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten) ditransformasikan ke dalam isi menifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkapkan makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifest. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkapkan makna-makna yang terselubung.
4.  Resistensi
     Menurut Corey (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungkan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
5.  Transferensi
     Menurut Chaplin (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Resistensi dan transferensi adalah dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari suatu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya.

Contoh Video mengenai Psikoterapi Asosiasi Bebas (Psikoanalisis):

C. Terapi Dengan Pendekatan Humanistik
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari psikologi humanistik. Psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat pada tahun 1950 dan terus berkembang. Tokoh-tokoh psikologi humanistik memandang behaviorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi humanistik mengarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan pada keunikan manusia. Menurut psikologi humanistik manusia adalah makhluk kreatif, yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
Dasar dari terapi humanistik adalah penekanan pada keunkan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan dan perwujudan dirinya. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam terapi humanistik ini adalah terapi yang berpusat kepada klien atau Client-Centered Therapy. 
Menurut Atkinson dkk (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) Client-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah prose pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah fasilitator.
Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang dihadapi, maka dalam diri terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain adalah:
1.  Empati
Yaitu kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien dan kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. Terapis berusaha agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut  klien sendiri.
2.  Rapport
Yaitu menerima klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk terlibat secara konstruktif dengan masalahnya.

Contoh Video mengenai Psikoterapi Konseling (Humanistik):

Daftar Pustaka
©      Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Gunadarma.
©      Riyanti, B.P.D & Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma.
©      Tomb, D.A. (2003). Buku saku psikiatri. Jakarta: EGC